Sumur Tiban Muncul Setelah Pemilik Rumah Dapat Wangsit
Sumur tiban yang muncul di rumah orang tua Hadi Wijaya (49) di Jalan Simo Magersari 9 tidak muncul secara tiba-tiba. Hadi berkeyakinan kuat jika sumur tiban itu muncul setelah adiknya meninggal dunia, Barbara Mario (35) pada 1 Ferbruari lalu.
"Sumber air ini muncul setelah meninggalnya adik saya," ujar Hadi kepada wartawan di rumah orang tuanya, Jalan Simo Magersari, Senin (15/3/2010).
Secara runut, Hadi menceritakan awal mula munculnya sumur tiban tersebut. Saat adiknya meninggal dunia, Hadi sedang menjalani lelaku di kawasan Malang selatan. Saat mendengar berita itu, Hadi mempunyai 2 pilihan. Pertama, datang ke pemakaman adiknya dengan risiko putus dari lelaku yang dijalani dan kedua tetap meneruskan lelaku yang sudah lama dijalani.
"Akhirnya saya memutuskan meneruskan lelaku. Kalau saya paksakan pulang, toh saya mungkin tak sempat menyaksikan adik saya dimakamkan," tambah Hadi.
Beberapa hari kemudian Hadi baru bisa pulang. Saat 7 hari peringatan kematian adiknya, Hadi berdoa agar adiknya nomor empat tersebut bisa masuk surga dan diampuni seluruh dosanya. Tiba-tiba, bapak 5 anak itu mendapat wangsit jika di bawah lantai tempatnya berdoa terkubur pusaka milik orang tuanya.
"Wangsit itu mengatakan ada 3 pusaka di lantai tempat saya berdoa. Lantai itu dulunya adalah kamar orang tua saya," lanjut Hadi.
Tiga Keris Tersimpan di Lantai
Dalam wangsit itu disebutkan pula jika 3 pusaka dalam bentuk keris itu mempunyai nama, Pamengku Jagad, Naga Sasra dan Samber Nyawa. Hadi sendiri percaya itu adalah pusaka bapaknya, Marsaid, yang dulunya adalah pejuang melawan penjajah. Namun saat akan diambil, Hadi mendapat wangsit lagi yang menyebutkan jika pusaka itu dijaga oleh seorang Suromenggolo.
Sang Suromenggolo mengizinkan pusaka itu diambil namun dengan syarat. Hadi harus menyediakan sesaji berupa kepala kerbau, ayam berbulu putih mulus dengan bulu terbalik dan tumpeng. kepala kerbau diperolehnya di Lumajang sedangkan ayam diperolehnya di Lamongan.
"Sesaji itu kemudian saya larung di pantai Madura dekat jembatan Suramadu. Saat dilarung, pantai dalam keadaan surut sehingga saya harus berjalan 2 km lalu naik sampan," tutur Hadi yang berprofesi sebagai pedagang.
Setelah sesaji dilarung, 4 ubin pada lantai yang dimaksud tiba-tiba pecah. Penasaran, Hadi pun membongkar sendiri lantai tersebut. Saat dibongkar, ternyata ditemukan 7 saf batu bata merah yang disusun bertumpuk bersilangan. Setelah batu bata terakhir diambil barulah terlihat tanah. Saat tanah itu digali, Hadi kaget karena tiba-tiba air itu keluar dari tanah. Air itu terus mengalir meski sudah dikuras. Pusaka tentu saja tidak didapatkan, tetapi Hadi mendapat ganti yakni sebuah batu bundar berwarna hitam.
"Sudah habis 7 ember besar tetapi air terus mengalir," urai Hadi.
7 hari sesudah penggalian tersebut, Hadi mendapat wangsit lagi. Wangsit itu mengaku jika air itu bermanfaat tetapi dilarang diberitahukan kepada orang lain. Saat itu dalam diri hadi timbul kekhawatiran, kalau lubang galian itu dibiarkan saja, maka orang-orang akan melihatnya saat peringatakan 40 hari kematian adiknya.
Karena itu Hadi menyuruh seorang tukang dari Malang yang juga masih kerabatnya untuk membuat agar lubang itu tak terlihat seperti sumur. Maka dibuatlah sebuah tutup yang menyamarkan adanya lubang galian pada lantai tersebut.
"Saya menyuruh tukang itu agar tak memberitahukan adanya sumber air itu ke orang lain," kata Hadi.
Tetapi apa yang terjadi kemudian tidaklah begitu. Begitu acara 40 hari peringatan meninggalnya adiknya usai, banyak warga sekitar yang mendatangi rumah orang tuanya tersebut. Mereka meminta air yang katanya berkhasiat menyembuhkan penyakit. Tak ingin mengecewakan orang yang sudah datang, Hadi pun memberi apa yang warga inginkan.