Selasa, 16 Februari 2010
Kaskus: RPM Potensi ‘Berangus’ Konten Lokal
[Poster Tolak RPM Konten] Poster Tolak RPM Konten
VIVAnews - Seperti VIVAnews siarkan sebelumnya, pada Rencana Peraturan Menteri seputar Konten Multimedia disebutkan bahwa pemerintah akan mencabut izin penyelenggara yang melakukan pembiaran konten terlarang.
Menanggapi hal tersebut, Andrew Darwis, Chief Technology Officer sekaligus pendiri Kaskus, forum diskusi online terbesar di tanah air menyatakan kekecewaan sekaligus kebingungannya.
“Ini mengecewakan sekaligus membingungkan, ya,” kata Andrew pada VIVAnews di Jakarta, 15 Februari 2010. “Awalnya, Kominfo gembar-gembor ingin mengembangkan local content, tapi, sekarang tiba-tiba mereka membuat rancangan aturan yang justru mempersulit dan membatasi ruang kreativitas masyarakat dibidang local content,” keluhnya.
Menurut saya pribadi, kata Andrew, rancangan ini justru menghambat perkembangan local content, terutama kami (Kaskus) sebagai penyelenggara konten lokal.
“Semua orang tahu, Kaskus itu media user generated content, jadi kalau kita diminta bertanggung jawab penuh atas isi konten yang dihinggapi lebih dari 600.000-an orang setiap hari, jelas melampaui batas kemampuan kami,” ucapnya.
Rancangan ini membingungkan sekali, kata Andrew, tujuannya malah seperti ingin mematikan penyedia atau penyelenggara konten lokal, seperti Kaskus, Dagdigdug, atau sejenisnya. “Malah bisa sampai menyinggung kantor berita lokal, seperti VIVAnews juga,” kata Andrew.
“Menurut asumsi saya, pemerintah mengantisipasi kemungkinan munculnya kasus-kasus seperti Kasus Prita beberapa waktu lalu, makanya mereka mengeluarkan UU ini,” kata Andrew. “Tetapi, saya menilai UU ini masih banyak kekurangannya, masih perlu direvisi ini itu,” ucapnya.
Pada RPM tersebut, Andrew menyebutkan, batasan penyelenggara juga masih belum jelas. “Yang saya tahu, para penyelenggara diwajibkan untuk melapor setahun sekali. Jika memang tidak bermasalah, baru kemudian izinnya diperpanjang. Kalau bermasalah, mereka harus mengikuti prosedur hukum,” ucapnya.
Seperti diketahui, pada RPM disebutkan, ‘Penyelenggara’ hanya didefinisikan sebagai penyelenggara jasa Telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis Teknologi Informasi, meliputi jasa akses Internet, penyelenggara jasa interkoneksi Internet, penyelenggara jasa Internet teleponi untuk keperluan publik, penyelenggara jasa sistem komunikasi data, atau penyelenggara jasa Multimedia lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Artinya, kata Andrew, klasifikasi penyelenggara di sini masih terlampau luas, bisa dibagi beberapa macam, meliputi penyelenggara jaringan, penyelenggara konten (dalam negri), dan penyelenggara konten (luar negri).
“Kalau begini terus, setiap hari harus terlibat legal process, khususnya penyelenggara konten,” kata Andrew. “Pasti lama-lama kita akan kabur ke luar negeri, hosting saja di sana, supaya tidak terlibat sama sekali dengan aturan di sini,” ucapnya.
“Bukan apa-apa, kalau aturan ini tidak direvisi dan diberlakukan, kita sebagai penyelenggara konten lokal yang bakal repot,” kata Andrew. “Sementara, kalau ada yang jahat sama Kaskus, mereka tinggal memposting yang jelek-jelek, pornografi, menyinggung SARA, bebas dan kapan saja mereka mau, lalu kita yang bertanggung jawab atas konten tersebut. Ujung-ujungnya kita yang terseret ke proses hukum,” ucapnya.
Andrew berharap, pemerintah bisa mempertimbangkan lebih lanjut RPM tersebut. “Kita ini kan user generated content,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar