Rabu, 13 Mei 2009

Terumbu karang

Terumbu karang bisa lenyap

terumbu karang
Kawasan terumbu karang penting bisa lenyap akhir abad ini
Kawasan terumbu karang paling penting di dunia terancam bahaya tergusur pada akhir abad ini kecuali tindakan cepat dilakukan.

Kelompok konservasi internasional WWF memperingatkan, 40 persen terumbu karang di Coral Triangle telah hilang.

Kawasan itu terbagi antara Indonesia dan lima negara Asia Tenggara lainnya serta diyakini berisi 75 % spesies terumbu karang dunia.

Kawasan ini seperti hutan tropis Amazon dalam arti keanekaragaman hayatinya.

Perubahan suhu

Pada tahun 2009, di kawasan Asia Tenggara seratus juta orang antri untuk mendapatkan makanan.

Produktivitas samudra menyusut sekarang ini
Profesor Ove Hoegh-Guldberg, penulis laporan WWF

Ikan yang pernah mereka andalkan sebagai makanan telah hilang.

Komunitas mereka berantakan dan ekonominya hancur.

Itulah yang kita perkirakan, tulis laporan terbaru WWF, jika terumbu karang terkaya dunia hancur.

Dan hal itu bisa terjadi abad ini.

Itulah skenario terburuknya, namun ketua penulis laporan ini Profesor Ove Hoegh-Guldberg menuturkan, hal itu tidak seburuk arah perjalanan sekarang.

"Sampai sekarang kita tidak menyadari betapa cepatnya sistem ini berubah,"ujar
Profesor Hoegh-Guldberg.

"Dalam 40 tahun ini di Coral Triangle, kita kehilangan 40 persen terumbu karang dan mangrov dan mungkin perkiraan terendah. Kita secara fundamental mengubah cara planet ini berjalan dan hanya dengan 0,7 derajat perubahan suhu," katanya.

"Apa yang terjadi ketika melebihi dua atau empat digit ?," tanyanya.

Konsekuensi perubahan iklim

Untuk menghindari skenario terburuk memerlukan pengurangan signifikan emisi gas-gas rumah kaca dan pengendalian lebih baik terhadap penangkapan ikan dan kawasan terumbu karang, tulisa laporan itu.

Coral Triangle meliputu 1 % permukaan bumi namun berisi sepertiga terumbu karang dunia dan tiga perempat spesies terumbu karang.

Jika berlalu, seluruh eko sistem juga akan hilang dan kata Prof Hoegh-Gudberg memiliki konsekuensi besar dalam kemampuan menangangi perubahan iklim.

"Polusi, penggunaan tidak tepat kawasan pantai, semuanya ini menghancurkan produktifitas laut yang menyusut sekarang. Itulah sistem yang menyimpan CO2 Sekitar 40 % CO2 masuk samudera," katanya.

"Sekarang jika kita mengganggunya, masalahnya bagi planet bumi akan lebih besar," lanjut Prof Hoegh-Gudberg.

Indonesia menjadi tuan rumah World Ocean Conference pekan ini karena lautnya diabaikan dalam diskusi global perubahan iklim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar